Showing posts with label Hikmah Qur'an. Show all posts
Showing posts with label Hikmah Qur'an. Show all posts

Oleh Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc

Ihsan dan itqan adalah dua istilah yang terdapat dalam Alquran dan sunah yang berkaitan dengan amal perbuatan seorang Muslim yang harus dilakukannya dalam hidup dan kehidupannya di dunia ini. Ihsan berarti optimalisasi dalam kebaikan. Artinya, kebaikan apa pun yang dilakukan seorang Muslim harus selalu optimal dalam persiapan dan pelaksanaannya, agar hasilnya didapat secara optimal pula.

Allah SWT berfirman dalam QS al-Mulk [67]: 2: "(Dia) Yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya (optimal). Dan, Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun."

Jika seorang Muslim sedang melakukan ibadah maka dipersiapkan dan dilakukan dengan baik, baik ilmu pengetahuan yang berkaitan dengannya maupun teknis pelaksanaannya. Ketika melaksanakan ibadah haji, misalnya, ilmunya dipersiapkan, tata cara pelaksanaannya disempurnakan, juga menjaga kesehatan jasmani rohani, sehingga betul-betul predikat haji mabrur dapat diraih, termasuk menjaga dan mempertahankannya ketika ia sudah kembali ke kampung halamannya.

Seorang Muslim yang sedang mendapatkan amanah jabatan publik di wilayah eksekutif, legislatif, ataupun yudikatif, ia penuhi amanah tersebut dengan semaksimal mungkin agar betul-betul mampu mempersembahkan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat dan bangsa di wilayah pekerjaannya tersebut. Amanah dan profesionalitas merupakan ciri utama dari pejabat Muslim tersebut. Karena disadarinya, semuanya akan dipertanggungjawabkan kepada konstituennya di dunia ini dan terutama kepada Allah SWT kelak kemudian hari, dan selalu berusaha menjauhi sifat khianat.

Allah SWT berfirman dalam QS al-Anfal [8]: 27: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui."

Sedangkan, itqan berarti kesungguhan dan kemantapan dalam melaksanakan suatu tugas, sehingga dikerjakannya secara maksimal, tidak asal-asalan, sampai dengan pekerjaan tersebut tuntas dan selesai dengan baik. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melaksanakan suatu pekerjaan, maka pekerjaaan tersebut dilakukannya dengan itqan." (HR Thabrani).

Karena itu, ihsan dan itqan harus selalu menjadi ruh dan spirit bagi setiap Muslim dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya, baik yang berhubungan dengan Allah SWT maupun dengan sesama manusia, sehingga pekerjaannya itu akan selalu bernilai ibadah dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Wallahu a'lam.
Redaktur: Siwi Tri Puji B  www.republika.co.id
Beliau adalah Al-Ustadz Abdul Aziz Abdur Rauf ,Lc. Al-Hafizh lahir di Surabaya 21 Januari 1966 Sebenarnya sangat banyak yang melatar belakangi beliau untuk mendalami Al-Qur’an sewaktu berusia 18 tahun dulu saat masih sekolah disalah satu MAN Surabaya. Diantaranya ketika mengkaji kehidupan ulama jaman dahulu, beliau melihat sebagian besar adalah orang-orang yang hapal Al-Qur’an, beliau merasa kalau ditakdirkan Allah mendalami ilmu agama, jadi kurang sempurna bila kebiasaan itu tidak beliau lakukan. Hal lain yang jadi motivasi kuat, beliau merasa semasa remaja di kota Surabaya, umumnya lebih banyak mengisi hari dengan hal kurang bermanfaat, beliau merasa pada saat usia 30 nanti beliau tidak mempunyai kenangan manis dikala remaja alangkah ruginya hidup ini, Maka beliau memutuskan untuk menghapal Al-Qur’an.


Maka selama masih dibangku MAN sejak sekitar 1983 beliau memulai program menghapal Al-Qur’an. Alkhamdulillah sebelumnya beliau sudah terbiasa memperbanyak tilawah. Tiap bulan dua, tiga, bahkan sampai lima kali beliau khatamkan Al-Qur’an. Ini sebagai modal yang cukup memudahkan ketika menghapal Al-Qur’an.


Beliau lakukan program ini dirumah karena kakak ipar yang tinggal dirumah sudah menghapal Al-Qur’an sewaktu sekolah dipesantren Jombang Jawa Timur. Setiap hari beliau menghapal pada siang sampai sore, lalu mulai lagi ba’da Isya’ sampi jam 9 malam, tidur dan mulai lagi sekitar jam 1malam sampai shubuh. Selain waktu-waktu itu, disamping bersekolah beliau juga mengajar bahasa Arab dan kaji kitab.


Proses menghapal Al-Qur’an beliau lakukan sekitar enam bulan. Sedang proses muraja’ah supaya betul-betul “dimilili” dan jadi hafalan yang kokoh, kurang lebih satu setengah tahun. Tepat sewaktu lulus MAN, beliaupun menuntaskan program menghafal Al-Qur’an. Setelah selesai, beliau merasaan persis seperti yang dikatakan Rasulullah, bahwa Al-Qur’an sebuah kenikmatan yang besar.


Sewaktu menjalani proses menghapal Al-Qur’an yang peling beliau rasakan suasana kedekatan pada Allah jadi sangat meningkat. Ketika makin dekat dengan Allah maka menghapal Al-Qur’an bukanlah beban, tapi proses uang indah untuk dilakukan. Beliau juga merasa suasana hati lebih bersih. Terasa lebih mudah berinteraksi dengan nilai-nilai Islam. Lebih mudah menerima setiap arahan yang pengantarkan kehidupan Islam yang lebih kaffah.


Sewaktu menghafal dijuz 5, beliau menderita batuk bahkan efeknya beliau derita sampai sekarang, namun beliau terus menghapal. Beliau yakin Al-Qur’an tak akan menambah penyakit, malah sebaliknya. Maka sambil berobat kedokter, beliau tak mengurangi intensitas menghapal sama sekali. Saat itulah beliau merasa bahwa keindahan dan kebahagiaan bersama Al-Qur’an mampu mengalahkan sakit. Begitu pula sewaktu beliau kejakarta selepas MAN dan belajar di LIPIA, perpisahan dengan orang tua menimbulkan kesedihan mendala, karena sebelumnya beliau tak pernah berpisah dengan mereka. Saat itu tak ada yang bias menghibur lebih kuat kecuali AL-Qur’an.


Beliau sangat khawatir jika pada suatu bulan bias menghafal sekian juz, dibulan berikutnya tak bias menghafal seperti itu, perasaan lemah disisi Allah ini memotivasi beliau untuk banyak berdo’a.Do’a ini bener-benar beliau lakukan seperti yang dilkatakan Rasulullah, yakni diwaktu yang memang mendapat jaminan terkabulnya do’a. Belaiu melakukan tawassul yang disyariatkan, dalam waktu yang ditentukan Rasulullah. Misalnya saat antara adzan dan iqamah diwaktu Shubuh, beliau biasa berdo’a. sebelum berdo’a beliau berdzikir sebanyak-banyaknya. Karena ada janji Rasulullah supaya memperbanyak istighfar, dan Allah akan memberikan kemudahan dari segala kesulitan kita. Beliau juga memperbanyak shalawat. Semangat berdo’a bias dikatakan hamper setiap saat, karena keyakinan bahwa tanpa pertolongan Allah betapa lemahnya diri ini untuk bias memindahkan ayat-ayat Allah yang sangat suci kedalam hati.


Dan nampaknya Allah betul-betul memberi kemudahan diluar dugaan beliau. Karena hapalan selalu beliau selesaiakan lebih awal dari target yang telah ditentukan. Betapa lemahnya diri ini kalau tidak mendapat pertolongan Allah.. Hal ini menghasilkan do’a, suatu munajat yang begitu dalam dan begitu khusyu’.

http://www.markazalquran.com/?p=1